Minal Aidzin wal Faidzin

Ketika kumandang takbir saling bersahutan

Pesan maaf terus berdatangan

Inilah hari spesial, dimana Ramadhan akan berakhir….

1 bulan dalam 1 tahun, yang spesial, yang indah, yang suci

Kini akan berakhir.

Apakah kita bisa bertemu lagi dengan Ramadhan tahun depan?

Apakah kita masih bisa menambah amalan kita di buan Ramadhan tahun depan?

Siapa yang tahu…. Mungkinkah ini takbir terakhir yang kita dengar, ataukah nanti kita masih dapat mendengarnya?

Sebelum terlambat….. Sebelum menyesal…..

Semua salah, semua luka yang pernah kugoreskan di hati kalian…. Bisakah  kuobati malam ini, dengan maaf setulus hati?

Walau kata dibibir tak cukup mengobati…. walau ketikkan kata-kata tak cukup menyinari hati….. Dapatkah ucapan dari hati mengobati dan menyinari?

Ketika bibirku tak mampu lagi berujar…. Gemetar akan haru bercampur sedih… Biarlah air mata yang berkata-kata……. Biarlah hati yang berucap…

Ketika kesalahan kadang terulang tanpa sadar… Penyesalan datang, permintaan maaf terucap…

Tak habis pikir, berapa banyak kesalahan dan dosa yang kuperbuat… melebihi jutaan bintang-bintang, melebih berton-ton sampah di Jakarta, melebihi semua kata-kata yang pernah kuucapkan..

Tak habis pikir pula, berapa banyak kalian memaafkan kesalahanku, kekuranganku…

Kalian bahkan menuntunku, membantuku melihat jalan yang benar.]

Hei, Umi, Abah, Ibu Guru, Pak Guru, Teman-temanku, Sahabt sejatiku, sahabat seperjuanganku, semua yang kusayangi dan menyayangiku…

Terima Kasih atas semuanya…

Maafkan perkataan yang melukai hati, tindakan yang melukai diri.

Semoga, kita dapat bertemu kembali pada Ramadhan tahun depan

 

Taqabalallahu minna wa minkum,

Minal Aidzin wal Faidzin, mohon maaf lahir dan batin.. :’)

 

Kakak… Adik…

Menyebalkan, ketika adikmu melampauimu. Tapi, kau akan tetap membanggakannya pada teman-temanmu.

Menyebalkan, ketika orangtua mu berseru bangga atas adikmu. Tapi, diam-diam kau juga merasa bangga.

Menyebalkan, ketika temanmu berkata “Adikmu hebat, beda denganmu.” Tapi, kau membenarkannya.

Menyebalkan, ketika ia mendapat beragam penghargaan. Tapi, kau akan berkata “Dia memang pantas dapat penghargaan. Beda denganku.”

Menyebalkan, ketika ia bertanya suatu hal padamu, namun kau tak dapat menjawabnya. Kau kecewa pada dirimu sendiri.

Masih banyak pula hal ‘menyebalkan’ lainnya. Bagaimana tidak, dia melampauimu begitu jauh. Dia adalah ‘adik’, dan kau adalah ‘kakak’.

Lalu,apa yang harus kulakukan?

Berjuang! Susul dia! Kau juga bisa seperti dulu, melebihi dia.

Tapi, dia sudah melangkah terlalu jauh. Bahkan mungkin aku tak melihat bayangannya.

Cari! Carilah cara untuk melihat bayangannya, bahkan melihat dirinya.

Bagaimana caranya? Aku kelelahan. Aku letih. Batinku lelah.

Ayolah, kau tidak sendiri. Selalu ada yang mendukungmu. Kau hanya tak merasakannya.

Jangan bodoh! Bagaimana mungkin aku tak merasakannya?

Pikiran negatifmu. Keputus asaanmu. Itu membentuk benteng yang kuat dan tinggi sehingga kau tak dapat melewatinya. Buang! Buang pikiran negatifmu. Dan benteng itu akan hancur dengan sendirinya.

Lalu, jalan apa yang akan kutempuh untuk menyusulnya? Jalan yang telah dia tempuh terlalu berat untukku.

Sudah kubilang, cari! Tempuh jalan lain yang bisa kau tempuh. Lakukan apa yang kau bisa. Sedangkan dia tak bisa. Kau adalah kau. Dia adalah dia. Kalian tak sama. Kalian beda.

Kau tertegun. Tiba-tiba senyuman langsung kembali menghias wajahmu. Hal yang lama tidak kau lakukan.

Menyebalkan, kau tetap tidak seperti dia. Dia mendapat penghargaan, kau tidak.

Tapi, aku tahu. Kau tersenyum. Kau sudah mengetahui jalan yang kau tempuh. Perlahan namun pasti. Semua akan mengerti. Kalian bersaudara, tapi kalian tak sama. Kalian beda.

***

Perjalanan Kita

“Kamu siap?”  “eemm…aku rasa..aku ragu”

“Kenapa?”  “Maaf tuhanku ya Allah yang maha agung. Aku ingin bertanya. Jika nanti aku keluar dari alam rahim, aku berada dimana?” Tanya bayi itu. “Kau akan berada di alam dunia, tempat untukmu hidup dan mempersiapkan bekal untuk alam berikutnya.” Allah menjawab dengan bijak. ” Tapi,.. siapa yang akan mengurusku nanti? Siapa yang akan menemaniku? Bagaimana aku dapat bertemu dengan engkau?” bayi itu terus bertanya. “Kau akan diurus dan ditemani oleh makhluk bernama Umi. Dia yang akan senantiasa menemanimu dan menjagamu, ditemani pendampingnya, Abi. Kau dapat berbincang denganku melalui ibadah sholat.” “Benarkah itu, wahai tuhanku Allah yang menciptakanku?”  “Tentu saja. Karena itu segeralah pergi menuju alam itu.”. Kemudian, bayi itu tersenyum. “Baik ya Allah..” segeralah sang bayi meluncur menuju alam dunia.

Bukan Untuk Kado

Bukan Untuk Kado

“Tok, tok, tok…” suara itu terdengar lagi. Pasti ibu. Aku segera beranjak dari kasur dan membukakan pintu. “Rita, makanan sudah siap tuh. Ayo makan, nanti kamu sakit.” ujar ibu. “Ya…” ujarku dengan nada malas. Untungnya ibu tidak mendengar. Bisa jadi, nanti ditanya berbelit-belit.

Aku duduk menatap makananku. Sepertinya aku sangat tidak nafsu makan. Walau perutku berteriak-teriak, tapi tubuhku, nafsu makanku, tetap tak bergeming. Ibu menatapku, “Kenapa, kok tidak dimakan? Tidak enak ya?”

Aku hanya tersenyum. “Ah, enggak..” akhirnya aku memakan makanan tersebut, karena tak ingin melihat ibu tak suka. Sesudah makan, aku segera menuju kamarku, atau lebih tepatnya kamarku dan kedua adikku. Aku menghela napas. Hh…aku pusing sekali. Bukan tentang pelajaran, tapi persahabatan.

Aku punya dua orang sahabat. Namanya Azura dan Fumiya. Mereka berdua adalah satu-satunya orang yang mau bersahabat denganku. Memang aku tidak dibenci, tapi aku juga tidak begitu disukai di sekolah. Maklumlah, aku ini anak penjual kue beras keliling. Aku mendapat beasiswa ke sekolah yang super mahal itu. Karena itu, aku sangat senang dan bangga bisa bersahabat dengan Azura dan Fumiya yang populer dan kaya itu. Apalagi mereka baik. Mereka juga merupakan orang blasteran. Azura itu pindahan dari Prancis, ayahnya pun orang Prancis. Sedangkan Fumiya, pasti kalian tahu dari mana. Namanya saja begitu, pasti dari Jepang.

Namun, sebentar lagi Fumiya akan ulang tahun. Seharusnya aku senang karena sahabatku berulang tahun. Namun, aku cemas dan gelisah. Dalam pikiranku hanya ada satu kata. Hadiah. Ya, hadiah! Aku tak punya apapun untuk diberikan pada Fumiya. Bagaimana ini? Aku tak mungkin datang ke acara ulang tahunnya tanpa membawa apapun! Pakaian pun tak ada, bagaimana dengan hadiah? Kalau aku datang tanpa membawa hadiah, pasti Fumiya akan kecewa! Duh, bagaimana ini? aku terus mendesah dan berpikir seperti itu.

Ah, tidak usah datang saja! pikiran tersebut melintas diotakku. Aku sudah pasrah. Aku tidak akan datang. Nanti aku akan mencari alasan.

JLJ

Akhirnya hari ulang tahun Fumiya tiba. “Teman-teman, jangan lupa ya, nanti sepulang sekolah dirumahku!” Fumiya mengingatkan di sekolah. “Rita, kamu datang kan?” dia bertanya penuh harap. “I..insya allah…” aku menjawab sekenanya sambil tersenyum.

Beberapa jam kemudian…

KRIIING….!!

Akhirnya pelajaran selesai juga. Aku bersiap untuk pulang. Tiba-tiba..“Rita!” uh, suara itu!

“Eh, iya, Fumiya? Ada apa?” aku menoleh dan menjawab dengan sedikit gugup.

“Ingat ya, sore nanti, jam 3.”

“Em….Oke…” aku menjawab dengan ragu. “Sip! Aku cuma mengingatkan. Aku sangat mengharapkan kehadiranmu, walau tanpa apapun.”

Deg!

Aku tertegun. Kalimat tadi seakan menusukku. Apa Fumiya tahu bahwa aku tak akan datang karena tak punya hadiah? Ah, mungkin kebetulan saja situasinya sama. Tapi… aku mulai ragu dengan niatku untuk tidak hadir. Apakah Fumiya benar-benar mengharapkan kehadiranku? aku bertanya dalam pikiranku. Makin lama, hal ini makin memusingkan saja!

“Iya. I…insya allah aku datang…”

Fumiya tersenyum, kemudian melambaikan tangannya.

Aku pun segera menuju rumah. Aku tak mau berlama-lama berpikir tentang itu. Lagi pula, aku masih takut bertemu dengan Fumiya lagi. Azura juga sedari tadi bertanya untuk memastikan. Aku hanya menjawab sekenanya saja. Aku mengacak-acak rambutku.

Kata-kata Fumiya terus terngiang dikepalaku. Apa aku datang saja ya? Tapi….nanti aku ditertawakan oleh teman-teman yang lain. Uh! Aku tidak boleh meragu lagi! Fumiya sendiri yang bilang bahwa dia mengharapkan kehadiranku, walau tanpa hadiah. Aku masih saja bingung. Namun, tiba-tiba aku tersadar. Fumiya benar. Arti ulang tahun bukanlah kado, hadiah, atau benda apapun. Hadiah tidak hanya dapat diberikan berupa benda ataupun barang secara fisik. Namun, kenangan indah selama persahabatan kami, rasa sayang dan bahagia, doa murni yang muncul dari hati, itulah hadiah paling berharga.

Aku melirik jam. Sudah jam 2, berarti satu jam lagi acaranya akan dimulai. Aku segera bersiap. Aku mengenakan mini dress pemberian Fumiya, celana jins pemberian Azura, dan kalung dengan fotoku dan kedua sahabatku di liontinnya. Dan tak lupa, otakku terus mengenang masa-masa indah persahabatan kami. “Ibu, aku pergi dulu ya, ke acara ulang tahun Fumiya!” aku berpamitan. “Hati-hati dijalan ya…”

Aku mengangguk dan segera mengayuh sepedaku.

JLJ

“Hh… Assalamualaikum…hh..maaf, acaranya sudah mulai ya..?” aku bertanya dengan sedikit ngos-ngosan.

“Rita! Akhirnya kamu datang juga. Aku, Azura, dan yang lain menunggu cemas lho..!”

“Maaf ya…Sebenarnya aku malah berniat tidak datang. Aku malu, aku tak punya apapun untuk dijadikan hadiah. Aku takut, kamu kecewa kalau aku tak bawa hadiah…” aku meminta maaf.

Fumiya dan Azura tersenyum dan mendekat. “Rita, aku sama sekali tidak butuh hadiah ataupun benda-benda darimu. Aku dapat mengerti keadaanmu. Namun, bukan itu alasanku. Aku memang tdak butuh itu, aku butuh kasih sayang antar sahabat, dan doamu. Ingatlah Rita, aku adalah sahabatmu. Azura pun sahabatmu. Kehadiranmu disini, melebihi semua kebahagianku atas hadiah yang kuterima.”

Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Air mata pun tak terbendung lagi. Aku menangis terharu. “Terimakasih… terimakasih…” aku memeluk mereka. Ulang tahun Fumiya kali ini, adalah ulang tahun terindah yang pernah ada. Ulang tahun inilah yang membuat kami lebih mengerti arti ulang  tahun sebenarnya. Aku tersenyum menatap langit. Berikutnya, giliran ulang tahun Azura. Apa lagi ya, kejutan yang disiapkan tuhan untuk persahabatan kami?

JLJ

Nama: Siti Nurkhulayfah

Sekolah: SMP Bahtera kelas 7