Bukan Untuk Kado
“Tok, tok, tok…” suara itu terdengar lagi. Pasti ibu. Aku segera beranjak dari kasur dan membukakan pintu. “Rita, makanan sudah siap tuh. Ayo makan, nanti kamu sakit.” ujar ibu. “Ya…” ujarku dengan nada malas. Untungnya ibu tidak mendengar. Bisa jadi, nanti ditanya berbelit-belit.
Aku duduk menatap makananku. Sepertinya aku sangat tidak nafsu makan. Walau perutku berteriak-teriak, tapi tubuhku, nafsu makanku, tetap tak bergeming. Ibu menatapku, “Kenapa, kok tidak dimakan? Tidak enak ya?”
Aku hanya tersenyum. “Ah, enggak..” akhirnya aku memakan makanan tersebut, karena tak ingin melihat ibu tak suka. Sesudah makan, aku segera menuju kamarku, atau lebih tepatnya kamarku dan kedua adikku. Aku menghela napas. Hh…aku pusing sekali. Bukan tentang pelajaran, tapi persahabatan.
Aku punya dua orang sahabat. Namanya Azura dan Fumiya. Mereka berdua adalah satu-satunya orang yang mau bersahabat denganku. Memang aku tidak dibenci, tapi aku juga tidak begitu disukai di sekolah. Maklumlah, aku ini anak penjual kue beras keliling. Aku mendapat beasiswa ke sekolah yang super mahal itu. Karena itu, aku sangat senang dan bangga bisa bersahabat dengan Azura dan Fumiya yang populer dan kaya itu. Apalagi mereka baik. Mereka juga merupakan orang blasteran. Azura itu pindahan dari Prancis, ayahnya pun orang Prancis. Sedangkan Fumiya, pasti kalian tahu dari mana. Namanya saja begitu, pasti dari Jepang.
Namun, sebentar lagi Fumiya akan ulang tahun. Seharusnya aku senang karena sahabatku berulang tahun. Namun, aku cemas dan gelisah. Dalam pikiranku hanya ada satu kata. Hadiah. Ya, hadiah! Aku tak punya apapun untuk diberikan pada Fumiya. Bagaimana ini? Aku tak mungkin datang ke acara ulang tahunnya tanpa membawa apapun! Pakaian pun tak ada, bagaimana dengan hadiah? Kalau aku datang tanpa membawa hadiah, pasti Fumiya akan kecewa! Duh, bagaimana ini? aku terus mendesah dan berpikir seperti itu.
Ah, tidak usah datang saja! pikiran tersebut melintas diotakku. Aku sudah pasrah. Aku tidak akan datang. Nanti aku akan mencari alasan.
JLJ
Akhirnya hari ulang tahun Fumiya tiba. “Teman-teman, jangan lupa ya, nanti sepulang sekolah dirumahku!” Fumiya mengingatkan di sekolah. “Rita, kamu datang kan?” dia bertanya penuh harap. “I..insya allah…” aku menjawab sekenanya sambil tersenyum.
Beberapa jam kemudian…
KRIIING….!!
Akhirnya pelajaran selesai juga. Aku bersiap untuk pulang. Tiba-tiba..“Rita!” uh, suara itu!
“Eh, iya, Fumiya? Ada apa?” aku menoleh dan menjawab dengan sedikit gugup.
“Ingat ya, sore nanti, jam 3.”
“Em….Oke…” aku menjawab dengan ragu. “Sip! Aku cuma mengingatkan. Aku sangat mengharapkan kehadiranmu, walau tanpa apapun.”
Deg!
Aku tertegun. Kalimat tadi seakan menusukku. Apa Fumiya tahu bahwa aku tak akan datang karena tak punya hadiah? Ah, mungkin kebetulan saja situasinya sama. Tapi… aku mulai ragu dengan niatku untuk tidak hadir. Apakah Fumiya benar-benar mengharapkan kehadiranku? aku bertanya dalam pikiranku. Makin lama, hal ini makin memusingkan saja!
“Iya. I…insya allah aku datang…”
Fumiya tersenyum, kemudian melambaikan tangannya.
Aku pun segera menuju rumah. Aku tak mau berlama-lama berpikir tentang itu. Lagi pula, aku masih takut bertemu dengan Fumiya lagi. Azura juga sedari tadi bertanya untuk memastikan. Aku hanya menjawab sekenanya saja. Aku mengacak-acak rambutku.
Kata-kata Fumiya terus terngiang dikepalaku. Apa aku datang saja ya? Tapi….nanti aku ditertawakan oleh teman-teman yang lain. Uh! Aku tidak boleh meragu lagi! Fumiya sendiri yang bilang bahwa dia mengharapkan kehadiranku, walau tanpa hadiah. Aku masih saja bingung. Namun, tiba-tiba aku tersadar. Fumiya benar. Arti ulang tahun bukanlah kado, hadiah, atau benda apapun. Hadiah tidak hanya dapat diberikan berupa benda ataupun barang secara fisik. Namun, kenangan indah selama persahabatan kami, rasa sayang dan bahagia, doa murni yang muncul dari hati, itulah hadiah paling berharga.
Aku melirik jam. Sudah jam 2, berarti satu jam lagi acaranya akan dimulai. Aku segera bersiap. Aku mengenakan mini dress pemberian Fumiya, celana jins pemberian Azura, dan kalung dengan fotoku dan kedua sahabatku di liontinnya. Dan tak lupa, otakku terus mengenang masa-masa indah persahabatan kami. “Ibu, aku pergi dulu ya, ke acara ulang tahun Fumiya!” aku berpamitan. “Hati-hati dijalan ya…”
Aku mengangguk dan segera mengayuh sepedaku.
JLJ
“Hh… Assalamualaikum…hh..maaf, acaranya sudah mulai ya..?” aku bertanya dengan sedikit ngos-ngosan.
“Rita! Akhirnya kamu datang juga. Aku, Azura, dan yang lain menunggu cemas lho..!”
“Maaf ya…Sebenarnya aku malah berniat tidak datang. Aku malu, aku tak punya apapun untuk dijadikan hadiah. Aku takut, kamu kecewa kalau aku tak bawa hadiah…” aku meminta maaf.
Fumiya dan Azura tersenyum dan mendekat. “Rita, aku sama sekali tidak butuh hadiah ataupun benda-benda darimu. Aku dapat mengerti keadaanmu. Namun, bukan itu alasanku. Aku memang tdak butuh itu, aku butuh kasih sayang antar sahabat, dan doamu. Ingatlah Rita, aku adalah sahabatmu. Azura pun sahabatmu. Kehadiranmu disini, melebihi semua kebahagianku atas hadiah yang kuterima.”
Aku tertegun. Mataku berkaca-kaca. Air mata pun tak terbendung lagi. Aku menangis terharu. “Terimakasih… terimakasih…” aku memeluk mereka. Ulang tahun Fumiya kali ini, adalah ulang tahun terindah yang pernah ada. Ulang tahun inilah yang membuat kami lebih mengerti arti ulang tahun sebenarnya. Aku tersenyum menatap langit. Berikutnya, giliran ulang tahun Azura. Apa lagi ya, kejutan yang disiapkan tuhan untuk persahabatan kami?
JLJ
Nama: Siti Nurkhulayfah
Sekolah: SMP Bahtera kelas 7